Minggu, 19 Februari 2012

Tak Selalu RSBI Lebih Unggul dari Sekolah Reguler

Alasan pemerintah terus mempertahankan rintisan sekolah bertaraf internasional karena mutu pendidikan Indonesia bakal berdaya saing internasional perlu dipertanyakan. Pasalnya, evaluasi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan justru menunjukkan bahwa tak selalu sekolah RSBI unggul dari sekolah reguler.
Bahkan, dalam beberapa skor penilaian, termasuk Bahasa Inggris yang seharusnya menjadi keunggulan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), siswa dan guru di sekolah reguler lebih unggul.
Ini terlihat di jenjang SMP di mana skor Bahasa Inggris siswa RSBI 7,05, sedangkan siswa reguler 8,18. Guru Bahasa Inggris di SMP juga punya skor yang lebih tinggi, yaitu 6,2, dibandingkan dengan guru RSBI yang 5,1. Ini juga terjadi pada guru Bahasa Inggris di jenjang SMA.
Selisih skor nilai-nilai antara siswa RSBI dan reguler umumnya di bawah 1 dari skor 0-9. Hal ini terjadi karena, dari kajian, guru-guru sekolah reguler justru mempunyai skor yang lebih baik dari guru di RSBI.
Ambil contoh, guru SMA reguler ternyata lebih unggul dalam skor di mata pelajaran Fisika, Biologi, dan Bahasa Inggris. Di Matematika hampir sama. Kemampuan pedagogi guru juga tidak jauh berbeda.
Bahkan, di SD, skor pedagogi guru sekolah reguler lebih unggul. Di jenjang SMP juga berbeda kecil, kecuali di SMA yang perbedaannya lebih dari 1 poin.
S Hamid Hasan, ahli evaluasi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jumat (17/2/2012), mengatakan, tidak berarti bahwa kemampuan RSBI lebih baik dari sekolah reguler yang unggul. "Asal sekolah diberi fasilitas yang baik, guru yang kompetensinya bagus, tanpa embel-embel RSBI pun sekolah tetap bisa menunjukkan kualitas. Untuk apa pemerintah menciptakan perbedaan-perbedaan dalam pendidikan lewat RSBI," tutur Hamid.
Retno Lisyarti, guru SMA RSBI di Jakarta, mengatakan, pemerintah tidak mampu membangun kapasistas guru yang dibutuhkan untuk sekolah bermutu. Dana dari masyarakat dan pemerintah yang mengucur ke sekolah RSBI lebih untuk peningkatan sarana, kegiatan, honor guru, dan membayar pengajar asing yang digaji lebih mahal.
Menurut Retno, di sekolah RSBI ada guru asing yang ditetapkan harus dari kawasan Eropa atau Australia. Bayarannya lebih mahal dibandingkan dengan guru Indonesia. Untuk kelas internasional yang bayarannya Rp 31 juta per tahun, kata Retno, siswa mendapat pengajaran ekstra dari beberapa guru asing. Utamanya saat siswa hendak menghadapi ujian internasional Cambridge atau IB.
"Kebijakan RSBI pun menciptakan ketidakadilan bukan hanya kepada masyarakat. Guru dalam negeri saja dipandang lebih rendah daripada guru asing," kata Retno.

RSBI Dilarang Tolak Pelajar Tak Mampu

Penerimaan siswa baru masih beberapa bulan lagi. Namun Pemprov DKI sudah wanti-wanti kepada kalangan pendidik di lingkungan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) agar tidak "memburu" uang dalam seleksi siswa baru. Siswa dari keluarga miskin yang mempunyai kemampuan akademik bagus jangan disingkirkan karena tidak punya uang.
Pihak Dinas Pendidikan DKI mengingatkan, RSBI di Jakarta diwajibkan menyediakan kuota 20 persen bagi pelajar dari keluarga tidak mampu yang memiliki kemampuan akademik dan intelektual tinggi. Jika ada RSBI yang melanggar, Dinas Pendidikan DKI akan memberikan sanksi administrasi.
"Sekolah-sekolah yang dikelola Pemprov DKI tidak mengedepankan latar belakang keuangan pelajar, sehingga tidak boleh ada penolakan pelajar dari keluarga tidak mampu di sekolah negeri," tegas Taufik Yudi Mulyanto, Jakarta, Kamis (16/2). Sebenarnya, kata Taufik Yudi, kebijakan ini telah diterapkan Pemprov DKI sejak tahun 2011. Dan program tersebut akan diteruskan saat penerimaaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SD, SMP, SMA dan SMK pertengahan tahun ini. Dengan begitu, pelajar berprestasi dapat mengikuti pendidikan yang sesuai dengan kemampuan potensial akademiknya. Pemberlakuan kuota 20 persen tersebut, lanjut Taufik, sekaligus dapat menepis keluhan masyarakat yang menyatakan RSBI merupakan sekolah yang ditujukan untuk orang-orang kaya saja.
"Padahal anggapan tersebut tidak benar, karena selama ini RSBI di Jakarta selalu terbuka bagi pelajar dari keluarga tidak mampu yang lulus ujian masuk sesuai standar sekolah," ujarnya seperti dikutip Beritajakarta.com.
Taufik mencontohkan, RSBI SMPN 115, Jalan Tebet Utara III, Jakarta Selatan, justru telah melaksanakan kebijakan tersebut. Bahkan ada pelajar yang tidak membayar iuran sekolah hingga lulus, karena memiliki potensi akademik yang tinggi. Pelajar tersebut berasal dari keluarga tidak mampu.
Untuk itu, dalam setiap PPDB di RSBI, Disdik DKI selalu menurunkan tim pengawas untuk memantau penerimaan siswa baru. Selain itu, meminta laporan penerimaan siswa baru untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran kebijakan dan tidak terpenuhinya kuota tersebut.
Hingga saat ini, ungkapnya, belum ada RSBI yang menolak atau menelantarkan pelajar dari keluarga tidak mampu. Jika masyarakat menemukan kasus penolakan pelajar tidak mampu padahal memiliki potensi akademik yang tinggi, Taufik meminta agar kasus itu dilaporkan ke Disdik DKI. Sekolah tersebut akan diberikan teguran keras dan diminta untuk memenuhi kebijakan yang telah diinstruksikan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo sejak tahun 2011 lalu.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh, mengatakan Dinas Pendidikan di seluruh Provinsi harus menyediakan kuota 20 persen pada pelajar tidak mampu. "Saya sudah mengirimkan surat edaran tersebut yang menginstruksikan tentang kuota tersebut, dan RSBI tidak hanya untuk orang kaya saja," kata M Nuh.

Dengan adanya kuota untuk pelajar tidak mampu, masyarakat diimbau tidak lagi menuntut penghilangan RSBI dari dunia pendidikan. Sebab, sudah saatnya Indonesia memiliki sekolah bertaraf internasional agar dapat menghasilkan pelajar dengan kemampuan akademik yang setaraf dunia.

Ujian Nasional Nuh: UN Bukan Sekadar Lulus

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengatakan, ujian nasional (UN) jangan sekadar dimaknai mencapai tujuan kelulusan. Ia menekankan, ada tujuan yang lebih penting, yakni sebagai media membangun karakter siswa, terutama kejujuran.

"Bicara UN bukan sekadar kelulusan, namun ada penanaman kejujuran di kalangan siswa. Itu sebabnya mekanisme pelaksanaan UN tahun (2012) ini lebih dipersulit untuk mengantisipasi kecurangan," kata Nuh di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (15/2/2012) malam.
Bicara UN bukan sekadar kelulusan, namun ada penanaman kejujuran di kalangan siswa. Itu sebabnya mekanisme pelaksanaan UN tahun ini lebih dipersulit untuk mengantisipasi kecurangan
Hal itu disampaikannya usai rapat koordinasi terpadu bertema "Penguatan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan dan Deklarasi Ujian Nasional (UN) Jujur Berprestasi, dan Pendidikan Antikorupsi" di Gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah.

Nuh menjelaskan, mekanisme pelaksanaan UN sudah diatur sedemikian rupa. Di antaranya, paket soal yang disediakan dalam lima tipe berbeda, setiap ruang ujian dibatasi maksimal 20 orang, dan proses pembagian soal dilakukan secara acak.

"Ini memang menyulitkan peserta UN untuk mencontoh, mencontek, dan berbagai perbuatan tidak jujur lainnya. Setiap peserta mendapat tipe soal yang berbeda setiap harinya. Kalau memang mau mencontek temannya tidak bisa karena tipe soalnya beda," katanya.

Sementara, untuk mengantisipasi adanya isu bocoran jawaban soal UN, siswa peserta UN akan kesulitan jika mengandalkan bocoran. Setiap harinya mereka mengerjakan tipe soal yang belum tentu sama dan mereka tidak bisa menebak tipe soal yang akan diterima.

Ia menilai, komitmen untuk menyelenggarakan UN secara jujur perlu diwujudkan, sebab UN juga menjadi media membangun karakter kejujuran di kalangan siswa.

"Kalau dari masa sekolah sudah terbiasa mencontek, mencontoh, dan perbuatan tidak jujur lain, nanti setelah jadi besar dan jadi pejabat akan berbuat korup. Perbuatan tidak jujur didorong oleh satu tujuan, termasuk berbuat mencontek saat UN karena didorong tujuan ingin lulus," papar Nuh.

Saat ditanya mengenai target kelulusan siswa pada tahun ini, Nuh mengaku tak memasang target. Seluruhnya diserahkan kepada masing-masing daerah sepanjang menaati aturan yang berlaku dan menjamin pelaksanaan UN secara bersih dan jujur.
    
Jika pada pelaksanaannya ditemukan kecurangan, ada sanksi yang akan diberikan. Siswa yang terbukti curang dalam UN satu mata pelajaran akan dianggap gugur atau bernilai nol.

Nuh menambahkan, kejujuran dalam pelaksanaan UN sebenarnya berkaitan pula dengan upaya menumbuhkan kepercayaan perguruan tinggi untuk menjadikan UN sebagai "tiket masuk" sehingga jenjang pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi bisa terintegrasi baik.

"Kami mengupayakan ke depannya agar UN bisa menjadi ’paspor’ masuk perguruan tinggi sehingga tidak perlu lagi ada seleksi masuk perguruan tinggi. Setidaknya dalam waktu dua-tiga tahun ke depan, kami terus dorong," kata Nuh.

UJIAN NASIONAL 2012: Mendikbud Tekankan Kejujuran!

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muh Nuh mengatakan tidak akan memasang target kelulusan pada pelaksanaan ujian nasional (UN) 2012. Namun Mendikbud menekankan kejujuran dalam pelaksanaan UN tersebut.
“Tidak ada target harus lulus sekian persen, kami menekankan kejujuran di UN 2012. Harus jujur!,” ujar M Nuh saat deklarasi UN Jujur Berprestasi di Gedung Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Semarang, Rabu (15/2/2012) malam.
Karena menekankan kejujuran, M Nuh menegaskan akan memberikan sanksi kepada guru dan siswa yang kedapatan berbuat curang saat pelaksanaan UN 2012.
“Siswa yang terbukti menyontek langsung didelet (dihapus-red), tak lulus UN,” tandasnya.
Untuk menekan kecurangan soal UN 2012 menurut M Nuh, nantinya soal akan dibuat lima dalam setiap kelas yang diacak.

UN 2012 Akan Diikuti 416.179 Siswa

Sebanyak 416.179 siswa di DKI dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sederajat akan mengikuti Ujian Nasional (UN) pada tahun 2012 ini.
Sebagai persiapan UN, Dinas Pendidikan DKI Jakarta sudah memberikan intruksi kepada seluruh kepala sekolah untuk melakukan pendalaman materi pelajaran yang akan dimasukkan dalam UN 2012.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri telah menetapkan UN utama tingkat SMA sederajat, digelar pada 16-19 April 2012. Untuk SMP sederajat pada 23-26 April 2012 dan tingkat SD sederajat pada 7-9 Mei 2012. Sementara UN susulan untuk tingkat SMA sederajat dijadwalkan pada 23-26 April 2012. Untuk tingkat SMP sederajat pada 30 April-4 Mei 2012 dan tingkat SD sederajat pada 14-16 Mei 2012.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, mengatakan berdasarkan hasil validasi pihaknya, terdapat 416.179 siswa SD/SMP/SMA/SMK yang akan mengikuti UN, dengan rincian 156.782 siswa SD sederajat, 134.675 siswa SMP sederajat, 59.545 siswa SMA dan 65.177 siswa SMK.
Ia menyebutkan dari 156.782 siswa SD, terdiri dari siswa SD negeri dan swasta ada sebanyak 143.175 orang, siswa Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 13.235 orang dan SD Luar Biasa (LB) sebanyak 372 orang.
Lalu, dari total jumlah siswa SMP yang akan ikut UN, terdiri dari siswa SMP negeri dan swasta ada 118.709 orang, Madrasah Tsanawiyah sebanyak 15.682 orang, dan SMPLB sebanyak 284 orang.
Selanjutnya, total siswa SMK yang akan ikut UN, terdiri dari 64.797 siswa dari SMK dengan jenjang pendidikan tiga tahun dan 380 siswa dari SMK dengan jenjang pendidikan selama empat tahun.
Sedangkan total siswa SMA sederajat yang akan mengikuti UN terbagi atas sebanyak 152 siswa SMALB, 21.224 siswa SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 28.462 siswa SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), 305 siswa SMA jurusan Bahasa, 1.573 siswa Madrasah Alawiyah (MA) jurusan IPA, 2.927 siswa MA jurusan IPS, 138 siswa MA jurusan Bahasa dan 4.768 siswa MA jurusan Agama.
“Untuk pelaksanaan UN 2012 pada April hingga Mei mendatang diatur Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pelaksanaan UN 2012 di Jakarta. Kini, penyusunan pergub sudah selesai dan segera disosialisasikan ke pihak sekolah dan orangtua murid,” kata Taufik,  Sabtu (18/2).
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, menegaskan pelaksanaan UN 2012 harus berjalan dengan baik, dan harus lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebab, hasil UN 2012 di DKI Jakarta akan menjadi barometer bagi peningkatan, perkembangan dan kemajuan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Kami berharap, Pemprov DKI mampu mencegah terjadinya kebocoran soal-soal UN. Sehingga, hasilnya benar-benar murni menunjukkan kemampuan anak didik kita,” tegasnya.